Minggu, 16 Juli 2017

Telegram diblokir, Polri deteksi aplikasi lain yang dipakai teroris

Pemerintah telah resmi memblokir aplikasi Telegram karena disebut kerap menjadi saluran bagi para terorisme merencanakan aksi teror. Kapolri Jenderal Tito Karnavian meyakini, meski begitu para pelaku teror itu akan mencari saluran lain untuk mengagendakan teror. "Pasti, nanti Telegram ini pasti kita sudah pahami mereka akan lari kemana lagi," kata Tito di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/7) Tito menyadari kemajuan teknologi memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat. Namun, salah satu dampak negatifnya yaitu rentan digunakan para pelaku teror. "Dampak negatifnya ini kalau sudah membahayakan negara, kita harus berani juga untuk bargaining kepada penyedia jasa internasional ini, negara kita enggak boleh kalah dari kepentingan mereka," tegasnya. Sebelumnya, Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel A. Pangerapan, mengatakan, pemblokiran Telegram lantaran banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. "Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ungkap pria yang akrab disapa Sammy ini di Jakarta, Jumat (14/7). Menurut Sammy, tim Telegram dianggap tidak menyiapkan Standard Operating Procedure (SOP) untuk penanganan konten-konten yang melanggar hukum dalam aplikasi mereka. Maka, kata Sammy, pemerintah tak akan tanggung-tanggung menutup sampai ke aplikasinya bila mereka tetap tak menuruti aturan pemerintah Indonesia. "Saat ini kami juga sedang menyiapkan proses penutupan aplikasi Telegram," ucapnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar